Donat Pengaman Reaktor Nuklir

Written By Catatan Humla on Selasa, 06 Desember 2011 | 10.49

foto

Tanda bahaya radiasi terpasang di area simulasi saat petugas gabungan membersihkan area yang diduga terpapar radiasi diatas Kapal Bimaskti Utama di Pelabuhan Nilam, Tanjung Perak, Surabaya (11/03). Badan Pengawas Tenaga Nuklir bersama berbagai unsur Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kantor Kesehatan Pelabuhan terlibat dalam Gladi Lapang Nasional Penanggulangan Kedaruratan Radiologi 2011. TEMPO/Fully Syafi

Senin, 05 Desember 2011 | 03:48 WIB

TEMPO.CO,Serpong :-- Jangan terburu-buru anti terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir setelah meledaknya reaktor Fukushima Daiichi, Maret lalu, pascagempa dan tsunami menghantam Jepang. Reaktor itu memang tak disiapkan untuk menghadapi tsunami, yang berujung pada gagalnya sistem pendingin reaktor tersebut.

Pembangkit listrik tenaga nuklir masa depan akan menerapkan sistem pendingin pasif untuk mencegah terjadinya pemanasan berlebih pada inti reaktor.

Peneliti termohidrolika reaktor dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Efrizon Umar, menyatakan teknologi pendingin pembangkit listrik Fukushima masih menggunakan teknologi lama. Ketika tsunami menghantam pesisir timur Jepang, reaktor langsung dimatikan untuk mencegah terjadinya kebocoran radioaktif. Padahal reaktor masih menyimpan 10 persen panas, meski telah dimatikan.

Sesuai dengan prosedur pengamanan standar, pembangkit listrik Fukushima segera mengaktifkan pompa air bertenaga listrik untuk mendinginkan inti reaktor. Namun listrik penggerak pompa ikut terputus akibat diterjang tsunami. Akibatnya, sistem pendingin aktif gagal bekerja sehingga petugas pembangkit harus menggunakan air laut sebagai pendingin reaktor.

"Pendingin aktif seperti pada Fukushima sudah tidak layak sebagai pengaman reaktor," ujar Efrizon setelah dikukuhkan sebagai profesor riset di Puspiptek Serpong, Kamis lalu.

Solusi pendingin lain yang bisa diterapkan pada reaktor nuklir masa depan adalah sistem pendinginan penyungkup pasif (passive residual heat removal). Prinsip kerja pendingin ini adalah menyiapkan cadangan cairan pendingin di atas reaktor yang kemudian bisa dialirkan menuju teras reaktor saat terjadi kecelakaan. Aliran air kemudian memindahkan panas reaktor ke lingkungan menggunakan konveksi.

Berbeda dengan sistem pendingin aktif yang sangat bergantung pada energi listrik, teknologi baru ini hanya mengandalkan tarikan gravitasi. Pendingin pasif memberi harapan keamanan bagi insinyur pembangkit tenaga listrik ketika terjadi kegagalan reaktor.

Dalam rancangan pendingin pasif, air ditampung dalam penyungkup berbentuk donat raksasa yang dipasang di bagian teratas reaktor. Tangki ini terlindung oleh struktur beton yang melingkupi seluruh bagian reaktor. Di antara struktur beton dan tangki penampung air, terdapat saluran udara yang mengalirkan udara dingin dari lingkungan ke dalam pelindung reaktor.

Tangki air akan menyemprotkan air ke bagian bawah reaktor saat terjadi kecelakaan. Selama 72 jam, volume air yang disemprotkan mencapai 8 galon setiap menit. Waktu ini diharapkan cukup bagi insinyur reaktor mengetahui kerusakan yang mungkin timbul akibat kecelakaan.

Meski lebih unggul ketimbang teknologi pendingin sebelumnya, pendingin pasif belum mendapat tempat pada rancangan keselamatan reaktor mutakhir yang diterapkan oleh lembaga atom dan nuklir internasional (IAEA). Meski demikian, beberapa negara, seperti Cina dan Arab Saudi, mulai menerapkan teknologi pendingin pasif dalam pembangunan reaktor nuklir mereka.

Menurut Kepala Batan Hudi Hastowo, pendingin pasif adalah salah satu pendekatan paling maju dalam sistem keselamatan reaktor nuklir. Batan sebagai institusi penelitian nuklir berkepentingan dalam mempelajari teknologi pengamanan reaktor meski Indonesia belum memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir.

"Kelak, jika Indonesia membangun PLTN, tenaga ahli kami tidak akan gagap terhadap teknologi paling maju," kata Hudi.

l ANTON WILLIAM


View the original article here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar